HAM dan Hukum Diuji: Eksekusi Ricuh di Tala-tala Galesong, Praktisi Hukum Soroti Tindakan Aparat
TAKALAR WARATVNEWS COM ——– Suasana mencekam mewarnai proses eksekusi lahan eks Pasar Talatala di Desa Bontoloe, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Kamis (10/07).
Eksekusi yang semestinya berlangsung tertib justru berubah menjadi ricuh setelah aparat keamanan menyeret sejumlah warga yang mencoba mempertahankan lokasi yang telah lama menjadi tempat mereka beraktivitas.
Dalam video berdurasi 1 menit 18 detik yang beredar luas di media sosial, terlihat aksi represif aparat terhadap warga yang mempertahankan lahan tersebut. Tindakan ini mengundang reaksi keras dari publik dan sejumlah praktisi hukum.
Eksekusi ini dilaksanakan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 169K/Pdt/2017 tertanggal 10 April 2017, dengan permohonan eksekusi diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Takalar. Pelaksanaannya turut didampingi oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) sebagai kuasa hukum pemerintah.
Namun, tindakan keras aparat di lapangan justru memunculkan kecaman dari berbagai pihak.
Praktisi Hukum Soroti Tindakan Represif
Ketua LBH Tombak Keadilan, Haji Syamsul Rijal, S.H., M.H., menyampaikan keprihatinannya atas perlakuan aparat terhadap warga sipil.
“Kami sangat menyesalkan tindakan aparat yang menyeret warga seperti itu. Jika kalian begitu taat pada putusan Mahkamah Agung, maka kalian juga seharusnya taat pada nilai-nilai hak asasi manusia,” ujar Syamsul.
Menanggapi pernyataan di salah satu media online yang menyebut kehadiran Jaksa Pengacara Negara (JPN) sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingan publik, Syamsul mempertanyakan logika di balik pernyataan tersebut.
“Pertanyaannya, jika kejaksaan hadir untuk melindungi publik, bagaimana mungkin penyeretan warga bisa disebut perlindungan?”
Syamsul juga menilai tindakan aparat dalam video yang beredar tidak mencerminkan semangat hukum sebagai pelindung rakyat, melainkan memperlihatkan wajah kekuasaan yang abai terhadap sisi kemanusiaan.
“Harusnya ada pendekatan persuasif sebelum pelaksanaan eksekusi, bukan langsung dengan kekerasan.”
Ia menambahkan, komunikasi dan sosialisasi kepada warga seharusnya dilakukan terlebih dahulu untuk menghindari konflik dan korban jiwa.
Pelanggaran Etika dan HAM dalam Sorotan,
Peristiwa ini memunculkan pertanyaan serius tentang komitmen aparat penegak hukum terhadap prinsip hak asasi manusia. Beberapa regulasi yang relevan dan patut menjadi sorotan, antara lain:
1. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal 13: Polri bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi dan mengayomi masyarakat.
2. Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri
Pasal 10 huruf c: Anggota Polri wajib menghormati hak asasi manusia.
Pasal 13: Dilarang melakukan kekerasan atau perlakuan tidak manusiawi.
3. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 18 dan 33: Melarang segala bentuk penangkapan, penahanan, atau tindakan sewenang-wenang tanpa dasar hukum yang sah.
Belum Ada Tanggapan Resmi,
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Kejaksaan Negeri Takalar, Pemerintah Kabupaten Takalar, Polres Takalar, maupun tim eksekutor terkait insiden penyeretan warga saat eksekusi.
Catatan Redaksi :
Setiap proses hukum, termasuk eksekusi lahan, semestinya menjadi jalan penyelesaian yang adil dan damai. Namun, pelaksanaannya harus tetap mengedepankan pendekatan humanis, menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta menjamin perlindungan terhadap masyarakat sipil. Kekerasan dalam bentuk apa pun tidak hanya menciderai rasa keadilan, tapi juga mencoreng martabat hukum itu sendiri.
Laporan dipublish Tim red